Kamis, 18 November 2010

Tukang Bangunan

Warso, seorang tukang bagunan, sedang memasang keramik di lantai dasar. Ia bekrja di sebuah proyek bangunan 4 lantai. Partono, mandor bangunan berada di lantai 3. Partono hendak berkomunikasi dengan Warso. Ia berteriak-teriak memanggil Warso, namun Warso tidak mendengar panggilan itu karena kebisingan suasana proyek.

Untuk mencari perhatian Warso, akhirnya Partono, si Mandor menjatuhkan sekeping uang logam senilai Rp. 1.000. Uang jatuh dekat Warso. Melihat ada uang jatuh, uang itu diambil oleh Warso. ''Lumayan, dapat rejeki.'', kata Warso. Lalu Warso melanjutka bekerja, tanpa mempedulikan, dari mana uang itu, dan uang siapa yang jatuh dan ia ambil.

Melihat tidak ada tanggapan dari Warso sesuai dengan kehendaknya, si Mandor, Partono berpikir, barangkali uang yang ia jatuhkan kurang besar nilainya. Ia mengambil satu lembar uang Rp 100.000. Uang itu ia lipat-lipat, lalu diikat karet, kemudian ia jatuhkan dekat Warso. Melihat ada benda jatuh, Warso memungut benda itu. ''100.000'', kata Warso, ''Benar-benar banyak rejekiku hari ini''. Namun lagi-lagi Warso langsung melanjutkan bekerja, tanpa mengengok ke atas.

Partono, Si Mandor berpikir, kalau dikasih rejeki ternyata Warso tidak mau tahu dari mana rejeki itu datang. Maka Partono akhirnya mengambil potongan kayu kecil, yang bila dijatuhkan dan mengenai Warso, terasa sakit tapi tidak membahayakan. Partono menjatuhkan potongan kayu itu, dan tepat mengenai kepala Warso.

Kontan Warso mengengok ke atas, mencari tahu siapa yang melemparkan potongan kayu dan mengenai kepalanya.

Begitu menengok ke atas dilihatnya Partono, si Mandor sedang memandang ke arah Warso, dan terjadilah komunikasi yang diharapkan oleh Mandor tersebut.

Itulah gambaran kehidupan manusia di dunia terhadap Tuhannya. Tidak mengerti dan tidak mau mengerti dengan rejeki yang telah ia terima dari Tuhannya. Manusia terlalu sibuk dengan urusan dunianya, sehingga tidak mau mengerti dengan isyarat atau tanda-tanda dari Tuhannya. Tidak mau berkomunikasi dengan Tuhannya. Bahkan dipanggilpun pura-pura tidak mendengar. Sentilan kecil baru membuatnya menoleh ke atas, kepada Tuhannya.

Akankah kita seperti itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar